Prinsip-Prinsip Belajar



     Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses belajar mengajar . Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar. Dengan kata
lain supaya dapat mengotrol sendiri apakah tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu memahami prinisp-prinsip belajar itu. Pentingnya guru memahami prinsip dari teori belajar menurut Lindgren dalam Toeti Sukamto (1992: 14 ) mempunyai alasan sebagai berikut :
  1. Teori belajar ini membantu guru untuk memahami proses belajar yang terjadi di dalam diri siswa,
  2. Dengan kondisi ini guru dapat mengerti kandisi0kondisi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar;
  3. Teori ini memungkinkan guru melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil yang dapat diharapkan suatu aktifitas belajar;
    Teori belajar merupakan sumber hipotesis atau dugaan-dugaan tentang proses belajar yang telah diuji kebenarannya melalui experimen dan penelitian. Dengan mempelajari teori belajar pengertian seseorang tentang bagaimana terjadinya proses belajar akan meningkat , Oleh karenanya sangatlah penting bagi seorang guru untuk memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip dari berbagai teori belajar.
Ada banyak teori-teori belajar , setiap teori memiliki konsep atau prinsip sendiri tentang belajar. Berdasarkan berbedaan sudat pandang ini maka teori belajar tersebut dapat dikelompokan. Teori belajar yang terkemuka diabad 20 ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu kelompok teori bahaviorisme dan kelompok teori kognitivisme. (Arif Sukadi,1987)
Menurut kelompok teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman-pengalamn belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkahlaku yang terjadi karena adanya stimuli dan respon yang dapat diamati. Menurut teori ini manupulasi lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang diharapkan . Teori behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dapat dilihat yaitu tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi didalam fikiran manusia. Para ahli pendidikan menganjurkan untuk menerapkan prinsip penguatan (reinforcement) untuk mengidentifikasi aspek situasi pendidikan yang penting dan mengatur kondisi pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa berhasil mencapai tujuan. Dalam menerapkan teori ini yang terpenting adalah guru harus memahami karakteristik si belajar dan karakteristik lingkungan belajar agat tingkat keberhasilan siswa selama kegiatan pembelajaran dapat diketahui. Tuntutan dari teori ini adalah pentingnya merumuskan tujuan belajar secara jelas dan spesifik supaya mudah dicapai dan diukur.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak diterapkan didunia pendidikan meliputi (Hartley & Davies, 1978 dalam Toeti S. 1992:23) :
  • Proses belajar dapat terjadi dengan baik bila siswa ikut dengan aktif didalamnya
  • Materi pelajaran disusun dalam urutan yang logis supaya siswa dapat dengan mudah mempelajarinya dan dapat memberikan respon tertentu;
  • Tiap-tiap respon harus diberi umpan balik secara langsung supaya siswa dapat mengetahui apakah respon yang diberikannya telah benar;
  • Setiap kali siswa memberikan respon yang benar maka ia perlu diberi penguatan.
Prinsip-prinsip bihaviorisme diatas telah banyak digunakan dan diterapkan dalam berbagai program pendidikan. Misalnya dalam pengajaran berprogram dan prinsip belajar tuntas (mastery learning). Dalam pengajaran berprogram materi pelajaran disajikan dalam bentuk unit-unit terkecil yang mudah dipelajari siswa, bila setiap unit selesai siswa akan mendapatkan umpanbalik secara langsung. Sedangkan dalam mastery learing materi dipecah perunit, dimana siswa tidak dapat pindah keunit di atasnya bila belum menguasai unit yang dibawahnya.
Kelompok teori kognitif beranggapan bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Prinsip-prinsip teori kognitifisme; menurut teori kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan kontek situasi secara keseluruhan. Yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner, teori belajar bermakna Ausebel dll.
Teori Perkembangan Piaget

Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin komplek dan ini memungkinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam Toeti 1992:28). Oleh karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarkis yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya. Ada empat tahap perkembangan kognitif anak yaitu
  1. Tahap sensorikmotorik yang bersifat internal ( 0-2 tahun)
  2. Tahap preoperasional (2-6 tahun )
  3. Tahap operasional konkrit (6-12 tahun)
  4. Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun)
Teori kognitif Bruner
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah tahap enaktif, dimana siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning)
Teori belajar bermakna menurut Ausubel
Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, dimana materi yang dipelajari diasimilasikan secara non-arbitrari dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Menurut Reilly & Lewis, (1983) ada dua persyaratan untuk membuat materi pelajaran bermakna yaitu
  • Pilih materi yang secara potensial bermakna lalu diatur sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu;
  • Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna;
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut :
  1. mengukur kesiapan mahasiswa seperti minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review , pertanyaan-pertanyaan dan lain-lain tehnik;
  2. memilih materi-materi kunci lalu penyajiannya diatur dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;
  3. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi baru itu;
  4. menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari,
  5. memakai advan organizers;
  6. mengajar mahasiswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada
Menurut Hartley & Davies (1978), Prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
  1. Mahasiswa akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;
  2. Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik mahasiswa harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana;
  3. Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya;
  4. Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
Prinsip-prinsip (teori) Pembelajaran
Berbeda dengan teori belajar maka teori pembelajaran persifat preskriptif. Teori pembelajaran berusaha merumuskan cara-cara untuk membuat orang dapat belajar dengan baik. Ia tidak semata-mata merupakan penerapan dari teori atau prinsip-prinsip belajar walaupun berhubungan dengan proses belajar.
Dalam teori pembelajaran dibicarakan tentang prinsip-prinsip yang dipakai untuk memecahkan masalah-masalah praktis di dalam pembelajaran dan bagaimana menyelesaikan masalah yang terdapat dalam pembelajaran sehari hari. (Snelbaker,) Teori pembelajaran tidak saja berbicara tentang bagaimana manusia belajar tetapi juga mempertimbangkan hal-hal lain yang mempengaruhi manusia secara psycologis, biografis, antropologis dan sosiologis. Tekanan utama teori ini adalah prosedur yang telah terbukti berhasil meningkatakan kualitas pembelajaran yaitu ;
  1. Belajar merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah stimuli yang datang dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil-hasil belajar ini memberikan kemampuan melakukan berbagai penampilan;
  2. Kemampuan yang merupakan hasil belajar ini dapat dikatagorikan sebagai a. bersifat praktis dan teoritis.
  3. Kejadian-kejadian di dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat di kelompokkan ke dalam kategori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun tiap-tiap hasil belajar memerukan adanya kejadian-kejadian khusus untuk dapat terbentuk. (Gagne 1985 : )

Dari uraian di atas tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan memberikan preskripsi untuk mengatur situasi agar siswa mudah mencapai tujuan belajar. Prinsip-prinsip pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran tatapmuka dikelas maupun tidak seperti pembelajaran jarak jauh, terprogram dll. Teori pembelajaran juga memberi arahan dalam memilih metode pengajaran yang mana yang paling tepat untuk suatu pembelajaran tertentu. Sehubungan dengan itu berdasarkan teori yang mendasarinya yaitu teori psikologi dan teori belajar maka teori pembelajaran ini dapat dibagi ke dalam lima kelompok yaitu
Pendekatan modifikasi tingkahlaku; teori pembelajaran ini menganjurkan agar para guru menerapkan prinsip penguatan (reinforcment) untuk mengidentifikasi aspek situasi pendidikan yang penting dan mengatur kondisi sedemikian rupa yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Untuk itu guru sangat penting untuk mengenal karakteristik siswa dan karakteristik situasi belajar sehingga guru dapat mengetahui setiap kemajuan belajar yang diperoleh siswa.
Teori Pembelajaran Konstruk Kognitif; teori ini diturunkan dari prinsip/teori belajar kognitifisme. Menurut teori ini prinsip pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal siswa yang terjadi selama pengalaman belajar diberikan di dikelas. Pengalaman belajar yang diberikan oleh siswa harus bersifat penemuan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh informasi dan ketrampilan baru dari pelajaran sebelumnya .(Bruner...)
Teori pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip belajar;
Dari berbagai teori belajar yang ada, Bulgelski (dalam Snelbecer : ) mengidentifikasi beberapa puluh prinsip kemudian dipadatkan menjadi empat prinsip dasar yang dapat diterapkan oleh para guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Ke empat prinsip dasar tersebut adalah
  1. Untuk belajar siswa harus mempunyai perhatian dan responsif terhadap materi yang akan diajarkan. Jadi materi pembelajaran harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian si belajar.
  2. Semua proses belajar memerlukan waktu, dan untuk suatu waktu tertentu hanya dapat dipelajari sejumlah materi yang sangat terbatas.
  3. Di dalam diri orang yang sedang belajar selalu terdapat suatu alat pengatur internal yang dapat mengotron motivasi serta menentukan sejauh mana dan dalam bentuk apa seseorang bertindak dalam suatu situasi tertentu.
  4. Pengetahuan tentang hasil yang diperoleh di dalam proses belajar merupakan faktor penting sebagai pengontrol. Disini ditekankan juga perlunya kesamaan antara situasi belajar dengan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan kehidupan nyata.
Teori Pembelajaran berdasarkan analisis tugas; teori pembelajaran yang ada diperoleh dari berbagai penelitian dilaboratorium dan ini dapat diterapkan dalam situasi persekolahan namun hasil penerapannya tidak selalui memuaskan oleh karena itu sangat penting untuk mengadakan analisis tugas (task analysis) secara sistematis mengenai tugas-tugas pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa, yang kemudian disusun secara hierarkis dan diurutkan sedemikian rupa tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.
Teori Pembelajaran berdasarkan Psikologi Humanistik; teori pembelajaran ini sangat menganggap penting teori pembalajaran dan psikoterapi dari suatu teori belajar. Prinsip yang harus diterapkan adalah bahwa guru harus memperhatikan pengalaman emosional dan karakteristik khusus siswa seperti aktualisasi diri siswa. Dengan memahami hal ini dapat dibuat pilihan-pilihan kearah mana siswa akan berkembang.
Agar belajar bermakna inisiatif siswa harus dimunculkan dengan kata lain siswa harus selalu dilibatkan dalam proses belajar mengajar. Pengajaran yang cocok untuk hal ini adalah dengan pengajaran eksperimental. (Toeti S. 1992:47)

Transfer Belajar (Transfer of Learning)
Istilah Transfer belajar berasal dari bahasa Inggris "Transfer of learning" yang berarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar dari matapelajaran yang satu ke matapelajaran yang lain atau dari kehidupan sehari-hari diluar lingkungan sekolah. Adanya pemindahan atau pengalihan ini menunjukkan bahwa ada hasil belajar yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam memahami materi pelajaran yang lain. Hasil belajar yang diperoleh dan dapat dipindahkan tsb. dapat berupa pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, keterampilan motorik atau afektif dll. Bila hasil belajar (pengetahuan) yang terdahulu memperlancar atau membantu proses belajar yang kemudian maka dikatakan telah terjadi ransfer belajar yang disebut transfer positif. Misalnya materi pelajaran biologi memudahkan siswa untuk memahami dan mempelajari materi geografi. Sebaliknya bila pengetahuan atau pengalaman yang diperoleh lebih dahulu mempersulit proses belajar yang kemudian maka dikatakan telah terjadi transfer belajar negatif.
Sehubungan dengan pentingnya transfer belajar maka guru dalam proses pembelajaran harus membekali si belajar dengan kemampuan-kemampuan yang nantinya akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya pelu diciptakan kondisi yang memungkinkan transfer belajar positip dapat terjadi.
Apa saja harus diperhatikan seorang guru agar proses transfer belajar berlangsung secara positif ? seorang guru perlu menciptakan kondisi yang kondusif untuk terjadinya tansfer beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
  1. Kemampuan Asli Si belajar
    Keefektifan / kelancaran atau kemudahan transfer banyak dipengaruhi oleh kemampuan awal siswa atau pengetahuan yang lebih dahulu diketahui atau dikuasai. Suatu transfer akan mudah terjadi bila siswa sudah memiliki kemampuan awal yang berhubungan dengan materi tsb. Oleh karenanya untuk memudahkan proses transfer guru perlu mengetahui terlebih dahulu kemampuan awal siswa mengenai materi yang akan diajarkan.
  2. Kebermaknaan materi/bidang studi bagi si belajar
    Transfer belajar akan terjadi dengan lancar bila siswa merasakan/mengetahui kebermaknaan materi yang dipelajari bagi dirinya atau kehidupannya. Adanya makna/arti terhadap materi yang dipelajari akan menjadi pendorong bagi siswa untuk mempelajari materi tsb. Kebermaknaan ini pun akan memperlancar proses transfer.
  3. Cara Mengajar
    Transfer akan mudah terjadi bila penyajian materi dilakukan guru dengan menarik dan menggunakan berbagai matode yang bervariasi sehingga menarik dan meninggalkan kesan yang positif bagi siswa. Cara mengajar ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk mengkaitkan materi pelajaran dengan kondisi / keadaan siswa yang dapat memotivasi siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Apa ada hubungan antara transfer belajar dengan pengembangan kurikulum ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa pandangan mengenai hakekat belajar dan apa konsekwensinya terhadap pengembangan kurikulum di sekolah.
Teori Generalisai
Menurut teori ini transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip umum. Bila seorang siswa mampu menangkap konsep, kaidah dan prinsip untuk memecahkan persoalan maka siswa itu mempunyai bekal yang dapat ditransferkan ke bidang-bidang lain diluar bidang studi dimana konsepo, kaidah dan prinsip itu mula-mula diperoleh. Maka siswa itu dikatakan mampu mengadakan "generalisasi" yaitu mampu menangkap ciri-ciri atau sifat-sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus. Generalisasi semacam itu sudah terjadi bila siswa membentuk konsep, kaidah, prinsip dan siasat-siasat pemecahan problem. Jadi kesamaan antara dua bidang studi tsb. tidak terdapat dalam unsur-unsur khusus melainkan dalam pola, dalam struktur dasar dan dalam prinsip.
Teori elemen identik
Pandangan ini dipelapori oleh Edwar Thorndike yang mengatakan bahwa transfer belajar dari satu bidang studi ke bidang studi yang lain atau dari pengalaman hidup sehari-hari terjadi berdasarakan adanya unsur-unsur yang sama (identik) dalam kedua bidang studi itu. Makin banyak unsur yang sama maka akan semakin besar terjadinya transfer belajar. Dengan kata lain terjadinya transfer belajar sangat tergantung dari banyak sedikitnya kesamaan unsur-unsur. Misalnya antara bidang studi aljabar dan ilmu ukur dll.
Menurut teori ini hakekat transfer belajar adalah pengalihan dari penguasaan suatu unsur tertentu pada bidang studi yang lain, makin banyak adanya unsur-unsur yang sama akan semakin besar terjadinya transfer belajar positip.
Sementara itu Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengatakan bahwa transfer dapat digolongkan dalam empat kategori yaitu transfer positip, transfer negatif, transfer vertikal dan transfer lateran.
Transfer positip dapat terjadi dalam diri seseorang apabila guru membantu si belajar untuk belajar dalam situasi tertentu dan akan memudahkan siswa untuk belajar dalam situasi-situasi lainnya. Transfer positif mempunyai pengaruh yang baik bagi siswa untuk mempelajari materi yang lain.
Transfer negatif dialami seseorang apabila si belajar dalam situasi tertentu memiliki pengaruh merusak terhadap ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari dalam situasi yang lain. Sehubungan dengan ini guru berupaya untuk menyadari dan menghindarkan siswa-siswanya dari situasi belajar tertentu yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar dimasa depan.
Transfer vertikal (tegak); terjadi dalam diri seseorang apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tsb. dalam menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya dengan menguasai materi tentang pembagian atau perkalian maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi tentang pangkat. Agar memperoleh transfer vertikal ini guru dianjurkan untuk menjelaskan kepada siswa secara eksplisit mengenai manfaat materi yang diajarkan dan hubungannya dengan materi yang lain. Dengan mengetahui manfaat dari materi yang akan dipelajari dengan materi lain yang akan dipelajari dikelas yang lebih tinggi diharapkan ia akan mengikuti pelajaran ini dengan lebih serius.
Transfer lateral (ke arah samping) terjadi pada siswa bila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajari untuk mempelajari materi yang memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam situasi lain. Dalam hal ini perubahan waktu dan tempat tidak mempengaruhi mutu hasil belajar siswa. Misalnya siswa telah mempelajari materi tentang tambahan, dengan menguasai materi tambahan maka siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang lebih tinggi tingkat kesilitannya misalnya materi tentang pembagian. Contoh lainnya seorang siswa STM telah mempelajari tentang mesin, maka ia akan dengan mudah mempelajari teknologi mesin lain yang memiliki elemen dan tingkat kerumitan yang hampir sama

A. Pengertian Transfer belajar
Transfer belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari kata, yaitu transfer dan belajar. Transfer adalah kata pungut dari bahasa inggris, yaitu pemindahan. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa-raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.[1]
Menurut L.D.Crow and A.Crow:
“The carry-over of thinking, feeling, or working, of knowledge of skills, from one learning area to another usually is referred to as the transfer of training.”
(Pemindahan-pemindahan kebiasaan berpikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan belajar yang lain biasanya disebut transfer latihan/ belajar).
Pemindahan hasil belajar itu sebenarnya bisa terjadi dari mata pelajaran satu ke mata pelajaran yang lain atau kehidupan nyata di luar sekolah.[2]
B. Beberapa Teori Transfer Belajar
1. Teori Disiplin Formal/ Ilmu Jiwa Daya
Bertitik tolak dari anggapan bahwa jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, daya mengingat, daya pikir dan lain-lain, maka mereka beranggapan bahwa transfer hanya bisa terjadi bila daya-daya tersebut dapat diperkuat dan “disiplinkan” dengan latihan-latihan yang keras dan terus-menurus. Setelah daya-daya itu terlatih maka akan mudah terjadi transfer secara otomatis ke bidang-bidang lain.
2. Teori Elemen Indektik/ Ilmu Jiwa Asosiasi
William James dan Edward Thorndike tidak sependapat dengan pandangan sekelompok ahli jiwa daya, kedua tokoh ini lalu mengkritik antara lain sebagai berikut:
a) Daya ingat tidak dapat diperkuat melalui latihan
b) Pelajaran bahasa latin misalnya tidak akan menaikkan IQ
c) Ilmu-ilmu dalam bidang tertentu (bila ditunjuk dengan istilah Ilmu Jiwa Daya mereka telah terlatih) ternyata lemah dan tidak mampu mengamati menganalisa dalam bidang-bidang lain, ini berarti transfer secara otomatis tidak terjadi.
Kemudian kelompok asosiasi ini berpendapat bahwa transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari. Maka bila sekolah menghendaki terjadinya transfer, bahan-bahan pelajaran harus dan mempunyai unsur-unsur kesamaan dengan kehidupan masyarakat.
3. Teori Generalisasi
Peletak pandangan ini adalah Charles Judd, ia beranggapan bahwa transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama yang telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur. Seseorang memahami prinsip demokrasi akan mampu mengamalkan dalam situasi yang berbeda, demikian pula prinsip ekonomi, hukum, pendidikan dan lain-lain.[3]
Faktor yang berhubungan dengan kondisi dan cara yang digunakan untuk memperbesar transfer belajar:
a) Proses belajar: keterlibatan siswa dalam proses belajar, kecermatan dalam persepsi dan kedalaman dalam pengolahan materi yang dipelajari. Dan kesemuanya berkaitan dengan cara-cara belajar dan teknik-teknik studi secara efisien dan efektif
b) Hasil belajar: adanya bersifat terbatas untuk mentransfer seperti informasi verbal dan kemampuan gerak; adapula yang bersifat agak luas, sehingga kemungkinan untuk mentransfer juga demikian, bahkan menjadi bekal untuk dimanfaatkan dalam bidang kehidupan, seperti banyak konsep, kaidah, prinsip, strategi mengatur kognitif dan sikap
c) Bahan atau materi bidang studi, metode dan prosedur kerja yang diikuti dan sikap yang dibutuhkan dalam bidang studi yang bersangkutan
d) Faktor subjektif dari pihak siswa: fungsi kognitif, konitif, afektif, kesemuanya berperan dalam mengadakan transfer belajar dan proses belajar itu sendiri
e) Sikap dan usaha guru, termasuk penguasaan bahan, pemilihan bahan, penggunakan alat peraga, metode mengajar dan tanggung jawab dalam mengembangkan kepribadian para siswa.[4]
C. Struktur kognitif dan transfer belajar
Mengingat pengetahuan tentang sejumlah materi pelajaran cenderung diorganisasi (disusun) secara berurutan dan hierarki, dan apa yang telah diketahui anak didik dan sejauh mana anak didik dan sejauh mana anak didik mengetahuinya, jelas mempengaruhi kesiapan (readness) anak didik mempelajari hal-hal baru.
Dalam pengertian yang lebih umum dan jangka panjang, variabel “struktur kognitif” merupakan substansi serta sifat organisasi yang signifikan terhadap keseluruhan pengetahuan anak didik mengenai bidang studi tertentu, yang mempengaruhi prestasi akademis dalam bidang pengetahuan yang sama di masa mendatang.
Dalam pengertian yang lebih khusus dan jangka pendek, variabel “struktur kognitif” merupakan substansi serta sifat organisasi konsep-konsep dan hal-hal yang lebih relevan di dalam struktur kognitif, yang mempengaruhi belajar dan pengingatan unit-unit kecil materi pelajaran baru yang berhubungan. Karenanya, dalam penerimaan tugas-tugas belajar yang baru
Dalam proses belajar yang bermakna, untuk mencapai pengertian-pengertian baru dan penyimpanan (retensi) yang baik, materi-materi belajar selalu dan hanya dapat dipelajari bila dihubungkan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta informasi-informasi yang relevan yang telah dipelajari sebelumnya. Substansi dan sifat organisasi latar belakang pengetahuan ini mempengaruhi ketepatan dan kejelasan pengertian-pengertian baru yang ditimbulkan serta kemampuan memperoleh kembali pengertian-pengertian baru tersebut. Makin jelas, stabil, dan terorganisasinya struktur kognitif anak didik, maka proses belajar yang bermakna dan retensi makin mudah terjadi. Sebaliknya struktur kognitif yang tidak stabi, kabur, dan tidak terorganisir dengan tepat, cendrung merintangi proses belajar yang bermakna dan retensi. Bila permasalahan ini terjadi, maka transfer belajar sukar berlangsung. Karena kekaburan pengertian terhadap kaidah, dalil atau prinsip dalam kaidah mata pelajaran tertentu menyebabkan kerancuan struktur kognitif.[5]
D. Ragam transfer belajar
1) Transfer Positif
Dikatakan positif jika hasil belajar dalam satu mata pelajaran tertentu membantu terhadap mata pelajaran/ situasi yang lain.[6]
Transfer positif memungkinkan seseorang anak didik dalam menghadapi situasi yang baru memperoleh kebaikan-kebaikan, dan bahkan dapat lebih efektif dan efisien.
Contoh: seseorang anak yang telah dapat mengendarai “sepeda”, misalnya lebih efektif dan efesien jika ia belajar mengendarai kendaraan bermotor roda dua. Jadi keterampilan mengendarai sepeda mempunyai pengaruh yang signifikan untuk menguasai keterampilan mengendarai kendaraan bermotor roda dua dalam sutuasi yang lain.
2) Transfer Negatif
Transfer negatif yaitu transfer yang berakibat buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami anak didik bila ia belajar pada situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap ketrampilan/ pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi yang lain.
Contoh: seorang anak yang memulai mempelajari bahasa Inggris. Ia sudah mengetahui arti what, you, dan like. Apabila ketiga kata tersebut dengan pola what yo like? Disini anak hanya mentransfer arti kata, yag justru melakukan kesalahan, disebabkan kerancuan struktur kognitif dalam memahami prinsip tata bahasa Inggris. Karenanya transfer negatif tidak dihindari.
3) Transfer vertikal
Transfer yang berakibat baik dalam mempelajari pengetahuan/ keterampilan yang lebih tinggi dan rumit. Transfer vertikal dapat terjadi dalam diri seorang anak bila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu anak tersebut dalam menguasai pengetahuan/ keterampilan yang lebih tinggi atau rumit.
Contoh: anak didik sekolah dasar, yang telah mengetahui prinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu menduduki kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia menduduki kelas III.
4) Transfer lateral
Transfer yang berakibat baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ keterampilan yang sederajat. Transfer lateral ini dapat terjadi dalam diri anak didik bila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar anak tersebut.[7]
E. Nilai Transfer dalam Praktek Kependidikan dan Pengajaran
Apabila tidak adanya persamaan antara belajar di sekolah dengan pola kehidupan di luar sekolah, berarti tidak akan terjadi transfer. Karenanya sekolah hendaknya mengadakan sejumlah daftar mata pelajaran penting yang isinya senada dengan situasi kehidupan dalam masyarakat yang sifatnya selalu berubah-ubah. Isi kurikulum harus dihubungkan dengan pekerjaan yang dicita-citakan atau harus sejalan dengan kebutuhan kerja. Mata pelajaran yang harus dipelajari bukanlah masalah-masalah yang terpisah dan tidak bermanfaat.\, melainkan harus mengarah pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang merupakan sesuatu yang fundamental bagi anak untuk kemudian digunakan secara progresif dalam berbagai macam pengalaman kehidupan.
Oleh karena itu, perhatian guru harus ditujukan dengan sungguh-sungguh ke arah kesamaan-kesamaan yang ada antara pengalaman-pengalaman di dalam dan luar sekolah. Pengertian, pemahaman dan generalisasi yang berguna harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dai pekerjaan mengajar. Anak didik harus dibantu untuk mengembangkan titik pandang ke arah kehidupan di luar sekolah, baik untuk dimasa sekarang, maupun untuk masa yang akan datang, sehingga ia dapat menyesuaikan diri terhadap tuntutan hidup yang selalu berkembang.[8]
F. Peranan Guru dalam Meningkatkan Transfer
Kurikulum sekolah yang telah banyak meyajikan sejumlah mata pelajaran yang untuk dipelajari oleh anak didik, adalah menuntut sejumlah guru yang masing-masing memegang mata pelajaran, sesuai dengan keahliannya agar dengan mudah dan jelas menanamkan pengertian tentang kaidah, prinsip, dalil dalam mata pelajaran tersebut dalam struktur kognitif anak didik, sehingga hasil belajar dalam mata pelajaran itu dapat ditransfer untuk memperoleh pengetahuan/ keterampilan dalam mempelajari mata pelajaran yang lain.
Kesamaan unsur-unsur tententu dalam mata pelajaran tertentu dapat ditransfer secara timbal balik. Agar transfer dalam belajar terjadi, prinsip korelasi mutlak diperlukan jembatan penghubung antara materi pelajaran yang telah dikuasai sebelumnya dalam mata pelajaran yang berbeda.
Pemberian mata pelajaran dengan penjelasan yang lebih mendekati realitas kehidupan sehari-hari, membuat hasil belajar lebih bermakna. Mata pelajaran tidak lagi dianggap terpisah, tetapi merupakan bagian dari kehidupan. Anak didik tidak lagi menganggap mata pelajaran sebagai teori tanpa guna, tetapi dianggap sebagai mata pelajaran yang hasil dari mempelajarinya dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan di luar sekolah.
Guru harus menjelaskan bahwa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah akan bernilai guna dalam kehidupan masyarakat. Penguasaan mata pelajaran agama dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dalam menjalani jembatan kehidupan yang fana. Penjelasan tentang nilai guna mata pelajaran akan meningkatkan transfer dalam belajar. Itulah hasil belajar yang produktif, tepat guna, dan berguna bagi masyarakat dan anak itu sendiri.[9]
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Transfer Belajar
a) Taraf intelegensi
Faktor ini berasal dari anak didik, dan berkisar pada masalah kapasitas dasar (kemampuan dasar) yang mebantu timbulnya transfer belajar.
Anak yang pandai cenderung memiliki transfer yang tinggi, dan sebaliknya anak yang kurang pandai cenderung memiliki transfer rendah (minim). Oleh karena, tidak dapat mempertahankan sesuatu informasi yang didapat dalam jumlah yang cukup banyak.
b) Sikap
Timbulnya transfer tidak secara otomatis, melainkan timbul dengan sengaja. Oleh karena itu, sikap serta usaha yang disengaja kearah ini akan membantu timbulnya transfer. Ini berarti bahwa apa yang dipelajari oleh anak didik, dapat dimanfaatkan dan dipraktekkan sesuai dengan situasi dan kondisi, dimana dia berada. Demikian juga sikap guru dan usaha anak didik untuk melakukan perbuatan belajar, tanpa mempengaruhi jumlah transfer.
c) Metode Guru dalam Mengajar
Faktor ini berasal dari guru dan berkisar antara lain pada penguasaan persiapan, alat peraga, pemilihan bahan, dan sebagainya. Dengan bahan yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda, disebabkan perbedaan dalam pemakaian metode mengajar. Hasil belajar yang dihasilkan dengan penggunaan metode diskusi akan berlainan hasilnya bila guru menggunakan metode ceramah. Pemakaian metode tanya jawab atau brain stroming (metode sumbang saran) diakui keampuhannya dapat meningkatkan kreativitas anak didik. Inisiatif anak didik dapat dipicu dengan metode ini.
Kesalahan pengertian dihindari sehingga tidak terjadi kerancuan dalam struktur kognitif. Kerapian pengorganisasian informasi dalam struktur kognitif dapat melicinkan jalan kearah timbulnya transfer belajar.
d) Isi Mata Pelajaran
Hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain menjadi penengah yang dapat menimbulkan transfer dalam belajar. Suatu mata pelajaran dapat dikuasai bisa dijadikan landasan untuk menguasai mata pelajaran lain yang relevan, baik kaidah maupun prinsip-prinsipnya.
Contoh: Penguasaan kaidah mata pelajaran bahasa Indonesia, dapat digunakan untuk mempelajari pelajaran bahasa Inggris, begitu pula sebaliknya.[10]
Kesimpulan
A. Pengertian Transfer belajar
Menurut L.D.Crow and A.Crow:
Pemindahan-pemindahan kebiasaan berpikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan belajar yang lain biasanya disebut transfer latihan/ belajar.
B. Beberapa Teori Transfer Belajar
  1. Teori Disiplin Formal/ Ilmu Jiwa Daya
  2. Teori Elemen Indektik/ Ilmu Jiwa Asosiasi
  3. Teori Generalisasi
C. Struktur kognitif dan transfer belajar
Dalam proses belajar yang bermakna, untuk mencapai pengertian-pengertian baru dan penyimpanan (retensi) yang baik, materi-materi belajar selalu dan hanya dapat dipelajari bila dihubungkan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta informasi-informasi yang relevan yang telah dipelajari sebelumnya. Substansi dan sifat organisasi latar belakang pengetahuan ini mempengaruhi ketepatan dan kejelasan pengertian-pengertian baru yang ditimbulkan serta kemampuan memperoleh kembali pengertian-pengertian baru tersebut.
D. Ragam transfer belajar
1) Transfer Positif 3) Transfer Vertikal
2) Transfer Negatif 4) Transfer Lateral
E. Nilai Transfer dalam Praktek Kependidikan dan Pengajaran
Perhatian seorang guru harus ditujukan dengan sungguh-sungguh ke arah kesamaan-kesamaan yang ada antara pengalaman-pengalaman di dalam dan luar sekolah. Pengertian, pemahaman dan generalisasi yang berguna harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dai pekerjaan mengajar.
F. Peranan Guru dalam Meningkatkan Transfer
Guru harus menjelaskan bahwa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah akan bernilai guna dalam kehidupan masyarakat. Penjelasan tentang nilai guna mata pelajaran akan meningkatkan transfer dalam belajar. Itulah hasil belajar yang produktif, tepat guna, dan berguna bagi masyarakat dan anak itu sendiri
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Transfer Belajar
a) Taraf intelegensi c) Metode Guru dalam Mengajar
b) Sikap d) Isi Mata Pelajaran

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Prinsip-Prinsip Belajar Rating: 5 Reviewed By: stzuriah.blogger.com