SRAGEN — Dinas
Pertanian (Dispertan) Kabupaten Sragen mengusulkan pengadaan 10 unit
alat tanam padi modern atau transplanter kepada Kementerian Pertanian.
Usulan transplanter tersebut diajukan tahun ini dan diharapkan ada
penambahan alat setiap tahunnya.
Sekretaris Dispertan Sragen, Suharyamto, Senin (13/5/2013) menjelaskan saat ini Sragen baru memiliki dua unit alat tanam transplanter bantuan dari pemerintah pusat. Kedua alat tanam itu diberikan pada 2012 lalu dan diuji coba di area pertanian daerah Tangen, Sragen.
Di Sragen sendiri, alat pertanian modern ini sudah diujicoba hingga Musim Tanam (MT) kedua. Hasilnya cukup memuaskan dan mampu menghemat dana produksi.
Menurut Suharyamto, sejak MT I hingga MT II pengguna transplanter mengalami peningkatan. Terbukti dari area persawahan pengguna transplanter yang semakin meluas. Pada MT I transplanter telah menjangkau sekitar delapan hektar area persawahan. Sementara, pada MT II transplanter telah berhasil menjangkau sekitar 20 hektar area.
“Ini membuktikan kalau petani mulai melirik transplanter,” ucapnya saat ditemui Solopos.com di kantornya, Senin.
Lebih lanjut, menurut Suharyamto, jumlah transplanter di Kabupaten Sragen memang belum seberapa. Ia berharap ada bantuan dari pemerintah untuk pengadaan transplanter. Pasalnya, alat teknologi untuk sistem tanam ini semakin dibutuhkan. Jumlah yang hanya dua alat itu tak sebanding dengan luas area pertanian di Sragen yang mencapai 41.127 hektare.
Sementara, satu transplanter hanya mampu mengkover satu hektar sawah per harinya.
Dengan kondisi semacam itu menurutnya warga yang ingin menggunakan transplanter tak mungkin dibiarkan mengantre. Pasalnya musim tanam di Sragen sendiri hanya berlangsung singkat.
“Kalau mengantre transplanter satu-satu, nanti terlalu lama dan merusak jadwal tanam,” ucapnya.
Kepala Bidang Produksi Dispertan Sragen, Padiyono, menambahkan transplanter berfungsi sebagai antisipasi minimnya buruh tanam. Pasalnya dengan menggunakan alat ini, bisa menghemat lebih dari 100 % buruh tanam manual pada umumnya. Cara ini juga lebih menghemat biaya produksi karena bercocok tanamnya tergolong praktis. Persemaian padi dengan cara transplanter menggunakan nampan, bukan di lahan secara langsung. Pada usia 15 hari, bibit pada persemaian di nampan itu bisa langsung ditanam menggunakan alat transplanter.
Berbeda dengan alat tanam benih langsung (tabela), transplanter, hampir cocok digunakan untuk semua musim. Kalau tabela tak cocokk jika diterapkan di musim penghujan. Pasalnya, benih padi bisa terbawa air hujan dan tumbuh tak merata.
| Ika Yuniati/JIBI/SOLOPOS |
Sekretaris Dispertan Sragen, Suharyamto, Senin (13/5/2013) menjelaskan saat ini Sragen baru memiliki dua unit alat tanam transplanter bantuan dari pemerintah pusat. Kedua alat tanam itu diberikan pada 2012 lalu dan diuji coba di area pertanian daerah Tangen, Sragen.
Di Sragen sendiri, alat pertanian modern ini sudah diujicoba hingga Musim Tanam (MT) kedua. Hasilnya cukup memuaskan dan mampu menghemat dana produksi.
Menurut Suharyamto, sejak MT I hingga MT II pengguna transplanter mengalami peningkatan. Terbukti dari area persawahan pengguna transplanter yang semakin meluas. Pada MT I transplanter telah menjangkau sekitar delapan hektar area persawahan. Sementara, pada MT II transplanter telah berhasil menjangkau sekitar 20 hektar area.
“Ini membuktikan kalau petani mulai melirik transplanter,” ucapnya saat ditemui Solopos.com di kantornya, Senin.
Lebih lanjut, menurut Suharyamto, jumlah transplanter di Kabupaten Sragen memang belum seberapa. Ia berharap ada bantuan dari pemerintah untuk pengadaan transplanter. Pasalnya, alat teknologi untuk sistem tanam ini semakin dibutuhkan. Jumlah yang hanya dua alat itu tak sebanding dengan luas area pertanian di Sragen yang mencapai 41.127 hektare.
Sementara, satu transplanter hanya mampu mengkover satu hektar sawah per harinya.
Dengan kondisi semacam itu menurutnya warga yang ingin menggunakan transplanter tak mungkin dibiarkan mengantre. Pasalnya musim tanam di Sragen sendiri hanya berlangsung singkat.
“Kalau mengantre transplanter satu-satu, nanti terlalu lama dan merusak jadwal tanam,” ucapnya.
Kepala Bidang Produksi Dispertan Sragen, Padiyono, menambahkan transplanter berfungsi sebagai antisipasi minimnya buruh tanam. Pasalnya dengan menggunakan alat ini, bisa menghemat lebih dari 100 % buruh tanam manual pada umumnya. Cara ini juga lebih menghemat biaya produksi karena bercocok tanamnya tergolong praktis. Persemaian padi dengan cara transplanter menggunakan nampan, bukan di lahan secara langsung. Pada usia 15 hari, bibit pada persemaian di nampan itu bisa langsung ditanam menggunakan alat transplanter.
Berbeda dengan alat tanam benih langsung (tabela), transplanter, hampir cocok digunakan untuk semua musim. Kalau tabela tak cocokk jika diterapkan di musim penghujan. Pasalnya, benih padi bisa terbawa air hujan dan tumbuh tak merata.
| Ika Yuniati/JIBI/SOLOPOS |