Poster bergambar Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) itu mulai dibakar oleh massa yang berorasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Komandan Kodim (Dandim) Kota Solo, Letkol Inf Ujang Darwis, seketika menembus kerumunan dan berusaha mencegah pembakaran poster SBY. Dengan suara yang keras, Dandim berulang kali mengingatkan massa agar mengurungkan aksi pembakaran poster SBY. Namun, suara itu tertelan puluhan suara lain yang lebih keras hingga massa tidak menggubris imbauan Dandim.
Bahkan, sambil meneriakkan yel-yel “hati-hati provokasi” sebagian massa menghalangi Dandim mendekat ke lokasi pembakaran dan sebagian lagi melanjutkan aksi membakar poster SBY.
Saat api belum selesai melahap habis poster tersebut, aksi saling dorong dengan ketegangan tinggi menghiasi demo tersebut. Dandim terlihat didorong oleh seorang mahasiswa hingga tersudut dan ditarik oleh aparat kepolisian yang perlahan-lahan meninggalkan kerumunan. Kericuhan sesaat itu akhirnya selesai tatkala kedua belah pihak saling melerai dan massa memilih mengakhiri demonstrasi.
“Kami hanya ingin mengingatkan mahasiswa agar tidak melakukan aksi yang berlebihan. Membakar poster SBY sama saja melanggar undang-undang karena termasuk lambang negara,” jelasnya kepada wartawan. Dandim tidak melarang aksi menyampaikan pendapat yang dilakukan mahasiswa asal tidak merusak fasilitas umum dan mengganggu arus lalu lintas.
Sebelum pembakaran, massa yang terdiri dari gabungan organisasi mahasisiwa GMNI, IMM, BEM dan PNMI berkerumun dan melakukan orasi di sisi utara patung Brigjen Slamet Riyadi. Selang satu jam, rombongan massa yang tergabung dalam KAMMI datang dari arah barat dan langsung menyatu dalam kerumunan.
SBY Turun
Mereka berorasi menuntut SBY turun dari jabatan lantaran tidak becus mengurus persoalan rakyat. Disusul aksi membacakan pernyataan sikap oleh perwakilan mahasiswa yang intinya menolak kenaikan harga BBM. Hingga lantunan lagu Indonesia Raya terdengar mengumandang dan disusul aksi pembakaran poster SBY.
Arus lalu lintas sempat mengalami kemacetan dan antrean kendaraan yang panjang di sepanjang Jl Slamet Riyadi dari bundaran Gladak ke barat. Aparat kepolisian terpaksa mengalihkan sebagian kendaraan agar tidak terjadi kemacetan yang parah.
Sementara, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Wahyudi, mengklaim gambar SBY tidak termasuk simbol negara karena simbol negara hanya pancasila dan bendera merah putih.
“Kami berupaya mencegah kenaikan harga BBM agar tidak menyengsarakan rakyat, itu lebih penting ketimbang kemacetan lalu lintas akibat aksi kami. Kalau tidak ada respons dari pemerintah, kami akan menggelar aksi yang lebih besar,” jelasnya kepada wartawan seusai aksi.
Saat dihubungi Solopos.com, Dandim mengaku tidak mendapat perlakuan anarkis dari mahasiswa. Dia mengatakan hanya terlibat aksi dorong yang dilakukan mahasiswa. Setelah dia mengingatkan, ketegangan tersebut tidak berlanjut.
“Kami telah memanggil beberapa mahasiswa untuk memberi pengertian agar melakukan demo yang tidak merusak fasilitas umum dan menggangu arus lalu lintas,” jelasnya.
Senin, 17 Juni 2013 23:17 WIB | Binti Sholikah/JIBI/SOLOPOS |